My World

WELCOME TO MY WORLD Jl. KH Mas Mansyur Bendan Gang Gotong Royong 1 No. 21, Pekalogan

Senin, 08 September 2014

Pemikiran Pendidikan Hasan Langgulung dan Basiuni Imran



PENDAHULUAN

Pendidikan adalah suatu hal yang sangat fundamental karena dengan pendidikan manusia akan mengetahui  jati dirinya sebagai manusia yang mempunyai akal pikiran sebagai sarana yang membedakannya dengan makhluk lainnya.
Pendidikan merupakan sarana bagi pengembangan manusia, pendidikan merupakan sebagai media bagi pemuliaan dari prinsip memuliakan manusia. Pendidikan merupakan sebuah usaha yang dilaksanakan oleh manusia dan hanya untuk manusia, serta hanya terjadi dalam hubungan antar manusia.
Dalam hal ini pemakalah akan membahas tentang konsep atau pemikiran dari dua orang tokoh pendidikan, yaitu: Hasan Langgulung dan Muhammad Basiuni Imran.
Menurut Hasan Langgulung, pendidikan adalah proses mengubah dan memindahkan nilai-nilai kebudayaan kepada setiap individu, atau masyarakat melalui berbagai proses.
Sedangkan menurut Basiuni Imran, pendidikan merupakan proses pemurnian akal manusia dari kesan kejumudan, dan Basiuni Imran juga berusaha untuk melakukan purifikasi dari sistem pendidikan Islam, serta menghilangkan dikotomi antara pengetahuan umum dan pengetahuan agama.
Demikianlah sedikit penjelasan tentang isi makalah ini, untuk lebih jelasnya marilah kita simak pemaparan makalah berikut ini.








PEMBAHASAN

A. Hasan Langgulung
1.    Riwayat Hidup Hasan langgulung
Hasan Langgulung dilahirkan di Rappang, Ujung Pandang, Sulawesi Selatan, pada 16 Oktober 1934 dan Wafat pada 2 Agustus 2008, di Kuala Lumpur, Malaysia. Beliau adalah tokoh pendidikan dan psikologi yang beristrikan Nur Timmah binti Muhammad Yunus dan dikaruniai 3 putra, yaitu Ahmad Taufik, Nurul Huda dan Siti Zakiyah.[1]
Semasa hidup, beliau aktif dan mendedikasikan dirinya untuk kemajuan bangsa. Beliau aktif mengajar di beberapa Universitas, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Pengalaman dalam bidang Psikologi dan pendidikan antara lain:
a.       Di Inggris, pernah menjadi Visiting Scholar pada Cambridge University pada 1986.
b.      Di Timur Tengah pada tahun 1958-1968 tahun 1968-1969, pernah menjadi Headmaster pada Cairo Indonesian School.
c.       Tahun 1977-1978, beliau menjabat sebagai Visiting Profesor di King Saud University Saudi Arabia.
Dalam rangka mengemban tugas mulia untuk mendedikasikan ilmunya ia juga  mengunjungi Amerika, Eropa, Australia, Jepang dan negara ASEAN, seperti Malaysia di Universitas Kebangsaan Malaysia (UKM).
Riwayat pendidikan Hasan Langgulung dimulai dari pendidikan formalnya di Sekolah Dasar di Rappang Ujung Pandang, tahun 1943-1949, selesai Sekolah Dasar ia melanjutkan studinya ke Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Islam di Ujung Pandang tahun 1949-1952, tahun 1952-1955 ia melanjutkan ke Sekolah Guru Islam Atas di Ujung Pandang. Selesai dari pendidikan dasar dan menengah, Hasan Langgulung melanjutkan studinya ke Mesir, yaitu di Islamic Studies pada Fakultas Dar Al-Ulum, Cairo University, selesai tahun 1962 dengan gelar Bachelor of Art (BA). Kemudian pada 1967, ia berhasil menyelesaikan pendidikannya pada jenjang strata (S2) dalam bidang psikologi dan Mental Hygiene di Eins Shams University Cairo dengan gelar MA. Tidak puas dengan kemampuan yang telah diperoleh sebelumnya, kemudian ia melanjutkan pendidikan pada tingkat strata tiga (S3) masih dalam bidang psikologi di University of Georgia Amerika Serikat dan selesai pada tahun 1971 dengan mempertahankan disertasinya yang berjudul A Cross Cultural Study of the Child Conception of Situational Causality in India, Western Samoa, Mexico, and the United State.
Hasan Langgulung adalah seorang pakar dan ilmuwan yang tidak diragukan lagi kemampuannya dalam bidang pendidikan dan psikologi. Hal ini terbukti dengan banyaknya karya yang beliau hasilkan. Beberapa buku yang pernah ia tulis dapat dikategorikan ke dalam tiga kategori: bidang psikologi, pendidikan, dan filsafat.
Buku-buku tersebut antara lain adalah Teori-teori Kesehatan Mental (1986), Psikologi dan Kesehatan Mental di sekolah-sekolah (1979), Suatu Analisis Sosio-Psikologikal (1979), Beberapa Tinjauan dalam Pendidikan Islam (1985), Manusia dan Pendidikan: Suatu Analisis Psikologi dan Pendidikan (1986), Pendidikan Islam menjelang Abad ke-21 (1988), Asas-asas Pendidikan Islam (1987). Beliau juga telah menulis berkenaan dengan topik-topik tersebut diatas lebih dari 60 buah artikel yang terbit diberbagai majalah luar negeri dan dalam negeri, seperti Journal of Special Psychology, Journal of Cross-Cultural Psychology, Islamic Quarterly Muslim Education Quarterly, Dewan Masyarakat, dan lain-lain, serta telah menerbitkan beberapa buku dalam bahasa Arab. [2]

2.    Pemikiran Hasan Langgulung tentang pendidikan
a.      Konsep Pendidikan Islam
Pendidikan menurut Hasan Langgulung, yang dalam bahasa inggris education dan dari bahasa latin educere, berarti memasukkan sesuatu, barangkali bermaksud memasukkan ilmu ke kepala seseorang, kalaulah ilmu itu memang masuk di kepala. Dalam bahasa arab ada beberapa istilah yang biasa dipergunakan dalam pengertian pendidikan. Dalam masalah ini, ada tiga kata yang sering digunakan oleh pakar pendidikan, yaitu ta’lim, tarbiyah, dan ta’dib.[3]
Pendidikan dapat dilihat dari tiga segi, yaitu:
1)        Pendidikan dari segi pandangan individu
Pendidikan didefinisikan  sebagai proses untuk menemukan dan mengembangkan kemampuan-kemampuan melihat dan mendengar. Jadi pendidikan adalah proses menampakkan (manifestasi) yang tersembunyi (latent) pada peserta didik.
2)        Pendidikan dari segi pandangan masyarakat
Bahwa manusia memiliki kemampuan-kemampuan asal dan bahwa kanak-kanan itu mempunyai benih dan dapat dicapai oleh manusia, ia menekankan pada kemampuan manusia memperoleh pengetahuan dengan mencarinya pada alam di luar manusia.
3)        Memandang pendidikan sebagai suatu transaksi
Sebagai suatu interaksi yaitu  proses memberi dan mengambil antara manusia dan lingkungannya.[4]
b.      Tujuan Pendidikan
Tujuan merupakan sesuatu yang essensial bagi kehidupan manusia. Dengan adanya tujuan semua aktivitas dan gerak manusia menjadi lebih dinamis, terarah dan bermakna. Disaat berbicara tentang  tujuan pendidikan, tidak boleh tidak membawa untuk berbicara tentang tujuan hidup manusia. Manusia diciptakan  Allah dan diberi tugas untuk memikul amanah di permukaan bumi. Tujuan pendidikan itu hendaknya sesuai dengan proses yang membentuk pandangan Islam terhadap pendidikan.
Hasan Langgulung mengatakan proses itu antara lain:
1)      Generasi  muda haruslah dididik menyembah Allah, dengan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
2)      Generasi muda harus dididik hidup dalam masyarakat yang mengakui prinsip kerjasama, persaudaraan dan persamaan.
3)      Generasi baru harus dididik menggunakan akal.
4)      Generasi baru harus dididik bersifat terbuka dan menjauhi sifat menyendiri tanpa menonjolkan diri.
5)      Generasi muda harus dididik menggunakan pemikiran ilmiah.
Untuk mendapatkan ilmu pengetahuan hendaknya sesuai dengan tujuan pendidikan yang diinginkan. Dalam hal ini Hasan Langgulung membagi sumber ilmu pengetahuan kedalam 4 sumber, antara lain:
1)        Sumber Panca Indera, karena panca indera merupakan sumber pengetahuan atau tingkat tempat berlakunya pesan-pesan dari alam nyata ke otak.
2)        Sumber Akal, karena akal yang akan mencerna segala pesan-pesan yang disampaikan dengan tuntunan-tuntunan tertentu.
3)        Sumber Intuisi, yang merupakan perpindahan potensi ke dalam alam nyata tanpa usaha yang keras atau susah payah.
4)        Sumber Ilham, yang merupakan tanggapan emosi secara langsung yang menyerang hati manusia.
Tujuan pendidikan Islam yang ingin dicapai oleh Hasan Langgulung yaitu keseimbangan pertumbuhan kepribadian manusia secara menyeluruh dan seimbang yang dilakukan melalui latihan jiwa, akal pikiran (intelektual), diri manusia yang rasional, perasaan dan indera.[5]
Tujuan terakhir pendidikan Islam merupakan kristalisasi nilai-nilai ideal Islam yang diwujudkan dalam pribadi peserta didik. Tujuan pendidikan Islam sejalan dengan tujuan hidup yaitu segala usaha untuk menjadikan manusia menjadi ‘abid   inilah tujuan tertinggi pendidikan Islam. [6]
c.       Metode Pendidikan
Agar tujuan pendidikan Islam tercapai seperti yang diinginkan, maka metode pendidikan itu harus sesuai dengan asas-asas pendidikan. Menurut Hasan Langgulung asas-asas pendidikan itu, antara lain:
1)        Asas-asas Historis
Asas ini yang mempersiapkan peserta didik dengan berpijak pada hasil dari pengalaman masa lalu melalui metode yang akan diterapkan di masa sekarang.
2)        Asas-asas Sosial
Karena pendidikan merupakan pemindahan budaya, maka metode yang digunakan harus mengacu sesuai dengan kebudayaan yang diharapkan masyarakat dan peserta didik itu sendiri.
3)        Asas-asas Ekonomi
Hendaknya metode yang digunakan oleh pendidik itu tidak bertentangan dengan perekonomian.
4)        Asas-asas Politik dan Administrasi
Diharapkan metode yang dipergunakan dalam proses belajar mengajar sesuai dengan ideologi (Aqidah). Sehingga tujuan yang dicita-citakan dan rencana yang telah dibuat tercapai.
5)        Asas-asas Psikologi
Materi yang telah disajikan hendaknya dengan metode yang mengacu kepada psikologis peserta didik, sehingga peserta didik bisa menerima materi dengan mudah.


6)        Asas-asas Filsafat
Memberikan kemampuan memilih yang baik, memberi arah suatu sistem mengontrolnya dan memberi arah kepada semua asas-asas yang lain.
d.      Kurikulum Pendidikan
Hasan Langgulung (2002: 241) memberikan definisi kurikulum, sebagai berikut: Kurikulum adalah sejumlah pengalaman pendidikan, kebudayaan, sosial, keolahragaan, dan kesenian yang disediakan oleh sekolah bagi murid di dalam dan di luar sekolah dengan maksud menolong mereka untuk berkembang dan mengubah tingkah laku mereka sesuai dengan tujuan pendidikan.
Dengan melihat definisi tersebut, dapat dipahami bahwa kurikulum itu mencakup empat unsur pokok, yaitu tujuan yang ingin dicapai, pengetahuan dan informasi, metode atau cara pembelajaran, dan evaluasi yang digunakan untuk mengukur dan menilai kurikulum serta hasil pembelajaran yang telah dirancang dalam kurikulum tersebut.
Sehubungan dengan itu, Hasan Langgulung menganggap perlu adanya pembaruan dan pengembangan kurikulum pada setiap saat karena pengembangan kurikulum merupakan upaya konstruktif untuk mencapai tujuan pendidikan. Di samping memiliki posisi strategis dalam pengembangan pendidikan Islam, pengembangan kurikulum berfungsi sebagai bahan pengambilan keputusan praktik atau pelaksanaan sistem pendidikan, dan tidak kalah pentingnya pengembangan kurikulum juga dimaksudkan sebagai upaya strategi pengembangan kebudayaan dan peradaban Islam.
Untuk mencapai kurikulum yang diharapkan, maka menurut Hasan Langgulung kurikulum pendidikan Islam hendaknya mengacu pada dasar-dasar pokok, sebagai berikut:



1)        Keutuhan
2)        Keterpaduan
3)        Keseimbangan
4)        Keaslian
5)        Bersifat Ilmiah
6)        Bersifat Praktikal
7)        Kesetia kawanan
8)        Keterbukaan


Menurutnya, materi kurikulum hendaknya memuat jenis dan batasan ilmu yang akan disampaikan oleh pendidik kepada peserta didik. Dalam hal ini, ia membagi ilmu dalam beberapa tahap dan jenis, antara lain:
1)      Pengetahuan Agama dan Syari’ah.
2)      Ilmu bahasa dan Sastra.
3)      Ilmu Sejarah dan Sosial
4)      Ilmu Falsafah, Logika, debat dan diskusi, Ilmu Murni, seperti Matematika, Falak dan Musik.
5)      Ilmu Alam dan Eksperimen, Ilmu Terapan dan Praktis.
e.       Kedudukan Pendidik dalam Pendidikan Islam
Menurut Hasan Langgulung, pendidik adalah “Orang yang memikul tanggung jawab untuk membimbing”; mengarahkan dan mendidik peserta didik karena fungsinya sebagai pengarah dan pembimbing dalam pendidikan. Selain sebagai pembimbing dan pemberi arah dalam pendidikan, pendidik juga berfungsi sebagai motivator dan fasilitator dalam proses belajar mengajar, yaitu berupaya teraktualisasinya sifat-sifat Illahi dan mengaktualisasikan potensi-potensi yang ada pada diri peserta didik guna mengimbangi kelemahan-kelemahan yang dimilikinya.
Hasan Langgulung membagi pendidik kedalam dua kelompok, yaitu :
1)      Kedua orang tua (keluarga)
Keluarga merupakan institusi pertama dan utama dalam perkembangan seorang individu. Menurutnya fungsi keluarga adalah menanamkan sifat cinta mencintai secara serasi. Keluarga juga berfungsi menjaga kesehatan, kejiwaan, spiritual, akhlak, jasmani, intelektual, emosional, dan sosial di samping itu juga membutuhkan pengetahuan, keterampilan, sikap dan kebiasaan yang berguna dalam kehidupan.

2)      Pendidik (Sekolah)
Menurut Hasan Langgulung, pendidik hendaknya senantiasa meningkatkan kualitas ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Dalam hal ini, ia menawarkan adanya sejumlah latihan terhadap pendidik dalam meningkatkan profesionalismenya. Tawaran upaya ini di antaranya bertujuan :
a)        Menciptakan guru-guru yang terlatih dan memiliki profesionalisme yang tinggi.
b)        Menghasilkan guru-guru yang bersemangat tinggi.
Untuk merealisasikan upaya diatas, Hasan Langgulung menawarkan bentuk kurikulum latihan guru yang meliputi tiga macam materi pengetahuan, yaitu :
a)        Pengetahuan umum, yaitu semua materi atau bidang ilmu pengetahuan, baik materi agama maupun materi umum lainnya.
b)        Pengetahuan profesi, yaitu pengetahuan atau materi yang berkaitan dengan profesi guru yang mengikuti latihan tersebut.
c)        Pengetahuan khusus, yaitu beberapa pengetahuan khusus yang diberikan kepada guru-guru tertentu.[7]
3.      Ide Pokok Hasan Langgulung
Dalam pandangan Hasan Langgulung, pendidikan diibaratkan sebagai sebuah rumah, yang terdiri dari tiang, lantai, dinding, atap, tangga, dan lain-lain. Itulah pendidikan sebagai suatu disiplin ilmu yang terdiri dari kurikulum, konseling, administrasi, pengajaran, dan penilaian. Sebagaimana rumah, pendidikan haruslah memiliki pondasi, tempat untuk berpijak agar dapat berdiri, sebuah ilmu juga harus mempunyai fondasi berupa asas-asas pendidikan, yang terdiri dari filsafat, sejarah, politik, sosial, ekonomi, dan psikologi. Dengan dasar inilah, pendidikan Islam diharapkan dapat tumbuh dan berkembang sehingga dapat memberikan kontribusi pada agama Islam. Selanjutnya, pendidikan Islam dapat menunjukkan kebesaran Islam diseluruh dunia. Beliau juga telah mengklasifikasikan pendidikan Islam secara global dalam pandangan sejarah dunia Islam sendiri.[8]
4.        Analisis Pemikirann Hasan Langgulung
Hasan Langgulung memfokuskan dirinya pada bidang pendidikan dan psikologi. Pandangan yang dijadikan dasar pendidikan ialah nilai-nilai tertinggi yang menjadi pandangan hidup suatu masyarakat atau bangsa tempat pendidikan itu dilaksanakan. Berkaitan dengan pendidikan islam, Maka pandangan hidup yang mendasari seluruh proses pendidikan islam adalah pandangan hidup yang islami.[9]
Menurut pengamatan kami, Hasan Langgulung adalah seorang tokoh yang sangat berdedikasi, beliau memiliki daya intelektual dan semangat yang besar dalam menuntut ilmu. Hasan langgulung, memiliki sebuah falsafah pendidikan yaitu : tujuan pendidikan yang sebenarnya adalah membentuk manusia yang sesuai dengan fitrah penciptaannya, yaitu sebagai Kholifatu fil Ardhi (Kholifah di Bumi).
Jadi dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan menurut Hasan Langgulung adalah “Berusaha membentuk karakter manusia yang sesuai dengan fitrah penciptaannya, sebagai Kholifah fil Ardhi.





B.  Muhammad Basiuni Imran
1.    Riwayat Hidup
Basiuni Imran dilahirkan di Sambas, Kalimantan Barat pada 25 Zulhijjah 1302 H (16 Oktober 1885 M). Dalam penentuan tanggal kelahirannya terjadi perbedaan pendapat. Namun, tanggal 25 Zulhijjah 1302 H, sesuai dengan keterangan yang diberikan oleh Harun Nawawi yang bertindak sebagai sekertaris pribadi Basiuni Imran, informasi ini juga didukung oleh A. Muis Ismail (1993).
Memasuki usia sekolah, 6-7 tahun Basiuni Imran mulai belajar di lembaga pendidikan formal dan belajar agama secara informal. Ketika berumur 17 tahun, yaitu tahun 1319 H, Basiuni Imran pergi ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji dan dilanjutkan dengan belajar disana selama 5 tahun (1319-1324 H/1901-1906 M).
Pada tahun 1909, Basiuni Imran berangkat ke Mesir dengan tujuan untuk belajar di Universitas al-Azhar Kairo disertai adiknya, Ahmad Fauzi dan Ahmad Sood. Pada bulan Sya’ban 1331 H (Juli, Agustus 1913 M), Baisuni dipanggil pulang oleh ayahnya. Saat itu ayahnya sedang sakit keras dan akhirnya meninggal dunia pada 22 Ramadhan 133I H (25 Agustus 1913 M) setelah shalat Idul Adha, Basiuni Imran diangkat oleh sultan menjadi Maharaja Imran Kerajaan Sambas menggantikan ayahnya.[10]
Setelah pulang dari Mesir, Basiuni Imran tetap mendalami kitab-kitab fiqh maupun kitab lainnya terutama tafsir al-Manar dan  majalah al-Manar. Di samping itu, ia juga sering mengajukan beberapa pertanyaan tentang soal-soal agama melalui surat kepada redaksi majalah al-Manar.
Selanjutnya, karier Basiuni Imran semakin berkembnag. Berikut adalah sejumlah kiprah yang dimainkannya selama di Sambas : Imam Pembantu Masjid Jami’ (1905), Maharaja Imran, Qadi, dan Mufti Kerajaan Sambas (1913), Pengawas Sekolah Agama Islam di Sambas (sejak 1918), Anggota Plaatselijk Fonds Sambas (1920), dan lain sebagainya.


2.    Pemikiran Pendidikan Islam Muhammad Basiuni Imran
Meskipun bukan seorang ahli pendidikan yang banyak melahirkan banyak teori tentang pendidikan, namun terdapat sejumlah pandangan Muhammad Basiuni Imran dalam bidang pendidikan yang menarik untuk dicermati sebagaimana tertuang dalam Statuten en Huishoudelijk Reglement (AD/ART) Perkoempoelan Tarbiatoel Islam dan dua naskah yang sengaja ia tulis untuk mengisi ceramah pada Kulliyatul Muballighin.
Pertama, pendidikan Islam tidak mengenal dikotomi. Pendidikan Islam menurut Basiuni Imran bersifat utuh-menyeluruh dan tidak menegnal pemisahan ketat antara ilmu agama (ulum al-din) dan ilmu umum (ulum al-dunya).
Kedua, syarat-syarat seorang pendidik. Dalam pandangan Basiuni Imran dapat dikelompokkan dalam dua kategori yaitu syarat moral seperti : ikhlas, sabar, bijaksana, dan menjauhi perdebatan. Sedangkan syarat profesional meliputi memiliki  pengetahuan yang luas dan mengetahui keadaan peserta didik.
Pada bagian lain ia mengemukakan bahwa seorang pendidik dan mubaligh wajib ikhlas dalam melaksanakan tugasnya. Selain itu, sikap sabar dan arif dalam mendidik juga mendapat perhatian yang besar Basuni Imran.
Syarat pengetahuan yang luas bagi seorang pendidik juga mutlak diperlukan. Seorang pendidik harus memiliki ilmu yang memadai untuk mendukung profesinya. Salah satu ilmu yang sangat penting menurut Basiuni Imran dalam konteks pendidikan Islam adalah bahasa Arab. Baginya, bahasa ini merupakan pengantar untuk seseorang mengetahui ilmu-ilmu keislaman khususnya Al-Qura’an, sunnah, dan sejarah kaum Muslim.
3.    Merintis Lembaga Pendidikan Modern
Keterlibatan Basiuni Imran di bidang pendidikan pada dasarnya baru terlihta ketika ia diangkat oleh Sultan menjadi pengawas Madrasah al-Sultaniyah (1919-1935), ketika lembaga pendidikan ini masih berada di bawah otoritas Sultan Sambas.
Secara hati-hati Basiuni Imran menjadikan madrasah al-Sultaniyah sebagai lembaga pendidikan yanng berciri modern dengan memasukkan pelajaran baca tulis huruf Latin dan membuka madrasah ini bagi anak-anak dari kalangan luar istana. Ide memodernisasi Madrasah al-Sultaniyah menjadi sekolah Tarbiatoel Islam didorong oleh situasi ketika pemerintah koloni Belanda berencana akan membubarkan HIS menyusul krisis ekonomi di Sambas pada tahun 1933. Sedangkan antusiasme putra-putri Sambas untuk belajar bahasa Belanda dan pengetahuan umum cukup besar. Satu-satunya sekolah umum yang ada pada waktu itu hanya sekolah misi milik Katolik.
Madrasah al-Sultaniyah di bawah pengawasan Basiuni Imran, sedikit demi sedikit membuka diri. Pembaharuan lainnya yang dilakukan oleh Basiuni Imran adalah memasukkan ilmu pengetahuan modern kedalam kurikulum Tarbiatoel Isalm seperti : ilmu sejarah, berhitung, ilmu alam, ilmu tumbuhan, ilmu hewan, ilmu manusia, bahasa Belanda, dan bahasa Indonesia, di samping itu ilmu-ilmu keislaman. Di samping pendidikan formal di sekolah, Basiuni Imran juga memandang perlu adanya pendidikan luar sekolah melalui dakwah Islam. Sebagai realisasinya, ia mengadakan pengajian mingguan bagi masyarakat sekitar ibu kota kesultanan yang dipusatkan di masjid Jami’ Sambas. Selain itu, Sambas yang dikenal sebagai “Serambi Makkah” atau “Serambi Mesir”  telah menjadi pertemuan ulama-ulama di Kalimantan Barat.[11]
4.    Analisis Pemikiran Basiuni Imran
Basiuni Imran lebih memfokuskan dirinya pada pengembangan pendidikan secara modern, dan berusaha melakukan gerakan purifikasi dalam sistem pendidikan, sehingga tidak terjadi lagi pandangan akan adanya dikotomis antara ilmu pengetahuan umum dan ilmu pengetahuan agama.





PENUTUP

Dari pemaparan makalah diatas, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
Hasan Langgulung memfokuskan dirinya pada bidang pendidikan dan psikologi. Pandangan yang dijadikan dasar pendidikan ialah nilai-nilai tertinggi yang menjadi pandangan hidup suatu masyarakat atau bangsa tempat pendidikan itu dilaksanakan. Berkaitan dengan pendidikan Islam, Maka pandangan hidup yang mendasari seluruh proses pendidikan islam adalah pandangan hidup yang islami.
Sedangkan Basiuni Imran lebih memfokuskan dirinya pada pengembangan pendidikan secara modern, dan berusaha melakukan gerakan purifikasi dalam sistem pendidikan, sehingga tidak terjadi lagi pandangan akan adanya dikotomis antara ilmu pengetahuan umum dan ilmu pengetahuan agama.














DAFTAR PUSTAKA

Khobir, Abdul. 2007. Filsafat Pendidikan Islam.  Pekalongan: STAIN Press.
Kurniawan, P. Syamsuldan Erwin Mahrus, 2011. Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam, Jogjakarta: Arr-Ruzz.
R, Ramayulis dan Samsul Nizar, 2002 Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam Mengenal Tokoh Pendidikan di Dunia Islam dan Indonesia.  Jakarta : Quantum Teaching Ciputat Press



[1]Abdul Khobir, Filsafat Pendidikan Islam, (Pekalongan: STAIN Press, 2007).  hlm. 204
[2]               Ramayulis.R. dan Samsul Nizar, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam Mengenal Tokoh Pendidikan di Dunia Islam dan Indonesia (Jakarta : Quantum Teaching Ciputat Press), hlm. 157-158.
[3]Syamsul Kurniawan & Erwin Mahrus, Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam, (Jogjakarta: Arr-Ruzz, 2011). hlm 273
[4]  Abdul Khobir, Op.Cit., hlm. 208-209
[5]Ramayulis.R. dan Samsul Nizar, Op.Cit., hlm. 158-162.
[6]Abdul Khobir, Op.Cit., hlm. 211
[7]Ramayulis.R. Samsul Nizar, Op.Cit., hlm.162-173.
[8]Syamsul Kurniawan dan Erwin Mahrus., Op.Cit., hlm. 284
[9]Abdul Khobir, Op.Cit., hlm. 214
[10]Syamsul Kurniawan & Erwin Mahrus., Op.Cit., hlm. 257-259.
[11]Syamsul Kurniawan dan Erwin Mahrus,.Op.Cit, hlm. 265-270.