PENDAHULUAN
Pendidikan adalah suatu hal yang sangat fundamental karena dengan
pendidikan manusia akan mengetahui jati dirinya sebagai manusia yang
mempunyai akal pikiran sebagai sarana yang membedakannya dengan makhluk
lainnya.
Pendidikan merupakan sarana bagi pengembangan manusia, pendidikan
merupakan sebagai media bagi pemuliaan dari prinsip memuliakan manusia.
Pendidikan merupakan sebuah usaha yang dilaksanakan oleh manusia dan hanya
untuk manusia, serta hanya terjadi dalam hubungan antar manusia.
Dalam hal ini pemakalah akan membahas tentang konsep atau pemikiran
dari dua orang tokoh pendidikan, yaitu: Hasan Langgulung dan Muhammad Basiuni
Imran.
Menurut Hasan Langgulung, pendidikan adalah proses mengubah dan
memindahkan nilai-nilai kebudayaan kepada setiap individu, atau masyarakat
melalui berbagai proses.
Sedangkan menurut Basiuni Imran, pendidikan merupakan proses
pemurnian akal manusia dari kesan kejumudan, dan Basiuni Imran juga berusaha
untuk melakukan purifikasi dari sistem pendidikan Islam, serta menghilangkan
dikotomi antara pengetahuan umum dan pengetahuan agama.
Demikianlah sedikit penjelasan tentang isi makalah ini, untuk lebih
jelasnya marilah kita simak pemaparan makalah berikut ini.
PEMBAHASAN
A.
Hasan Langgulung
1.
Riwayat Hidup Hasan langgulung
Hasan Langgulung dilahirkan di Rappang, Ujung Pandang, Sulawesi
Selatan, pada 16 Oktober 1934 dan Wafat pada 2 Agustus 2008, di Kuala Lumpur,
Malaysia. Beliau adalah tokoh pendidikan dan psikologi yang beristrikan Nur
Timmah binti Muhammad Yunus dan dikaruniai 3 putra, yaitu Ahmad Taufik, Nurul
Huda dan Siti Zakiyah.[1]
Semasa hidup, beliau aktif dan mendedikasikan dirinya untuk
kemajuan bangsa. Beliau aktif mengajar di beberapa Universitas, baik di dalam
negeri maupun di luar negeri. Pengalaman dalam bidang Psikologi dan pendidikan
antara lain:
a.
Di
Inggris, pernah menjadi Visiting Scholar pada Cambridge University pada 1986.
b.
Di
Timur Tengah pada tahun 1958-1968 tahun 1968-1969, pernah menjadi Headmaster
pada Cairo Indonesian School.
c.
Tahun
1977-1978, beliau menjabat sebagai Visiting Profesor di King Saud University
Saudi Arabia.
Dalam rangka mengemban tugas mulia untuk mendedikasikan ilmunya ia
juga mengunjungi Amerika, Eropa,
Australia, Jepang dan negara ASEAN, seperti Malaysia di Universitas Kebangsaan
Malaysia (UKM).
Riwayat pendidikan Hasan Langgulung dimulai dari pendidikan
formalnya di Sekolah Dasar di Rappang Ujung Pandang, tahun 1943-1949, selesai
Sekolah Dasar ia melanjutkan studinya ke Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah
Menengah Islam di Ujung Pandang tahun 1949-1952, tahun 1952-1955 ia melanjutkan
ke Sekolah Guru Islam Atas di Ujung Pandang. Selesai dari pendidikan dasar dan
menengah, Hasan Langgulung melanjutkan studinya ke Mesir, yaitu di Islamic
Studies pada Fakultas Dar Al-Ulum, Cairo University, selesai tahun 1962 dengan
gelar Bachelor of Art (BA). Kemudian pada 1967, ia berhasil menyelesaikan
pendidikannya pada jenjang strata (S2) dalam bidang psikologi dan Mental
Hygiene di Eins Shams University Cairo dengan gelar MA. Tidak puas dengan
kemampuan yang telah diperoleh sebelumnya, kemudian ia melanjutkan pendidikan
pada tingkat strata tiga (S3) masih dalam bidang psikologi di University of Georgia
Amerika Serikat dan selesai pada tahun 1971 dengan mempertahankan disertasinya
yang berjudul A Cross Cultural Study of the Child Conception of Situational
Causality in India, Western Samoa, Mexico, and the United State.
Hasan Langgulung adalah seorang pakar dan ilmuwan yang tidak
diragukan lagi kemampuannya dalam bidang pendidikan dan psikologi. Hal ini
terbukti dengan banyaknya karya yang beliau hasilkan. Beberapa buku yang pernah
ia tulis dapat dikategorikan ke dalam tiga kategori: bidang psikologi,
pendidikan, dan filsafat.
Buku-buku tersebut antara lain adalah Teori-teori Kesehatan
Mental (1986), Psikologi dan Kesehatan Mental di sekolah-sekolah
(1979), Suatu Analisis Sosio-Psikologikal (1979), Beberapa Tinjauan
dalam Pendidikan Islam (1985), Manusia dan Pendidikan: Suatu Analisis
Psikologi dan Pendidikan (1986), Pendidikan Islam menjelang Abad ke-21
(1988), Asas-asas Pendidikan Islam (1987). Beliau juga telah menulis
berkenaan dengan topik-topik tersebut diatas lebih dari 60 buah artikel yang
terbit diberbagai majalah luar negeri dan dalam negeri, seperti Journal of
Special Psychology, Journal of Cross-Cultural Psychology, Islamic
Quarterly Muslim Education Quarterly, Dewan Masyarakat, dan lain-lain,
serta telah menerbitkan beberapa buku dalam bahasa Arab. [2]
2.
Pemikiran Hasan Langgulung tentang pendidikan
a.
Konsep Pendidikan Islam
Pendidikan menurut Hasan Langgulung, yang dalam bahasa inggris education
dan dari bahasa latin educere, berarti memasukkan sesuatu,
barangkali bermaksud memasukkan ilmu ke kepala seseorang, kalaulah ilmu itu
memang masuk di kepala. Dalam bahasa arab ada beberapa istilah yang biasa
dipergunakan dalam pengertian pendidikan. Dalam masalah ini, ada tiga kata yang
sering digunakan oleh pakar pendidikan, yaitu ta’lim, tarbiyah,
dan ta’dib.[3]
Pendidikan dapat dilihat dari tiga segi, yaitu:
1)
Pendidikan
dari segi pandangan individu
Pendidikan
didefinisikan sebagai proses untuk
menemukan dan mengembangkan kemampuan-kemampuan melihat dan mendengar. Jadi
pendidikan adalah proses menampakkan (manifestasi) yang tersembunyi (latent)
pada peserta didik.
2)
Pendidikan
dari segi pandangan masyarakat
Bahwa
manusia memiliki kemampuan-kemampuan asal dan bahwa kanak-kanan itu mempunyai
benih dan dapat dicapai oleh manusia, ia menekankan pada kemampuan manusia
memperoleh pengetahuan dengan mencarinya pada alam di luar manusia.
3)
Memandang
pendidikan sebagai suatu transaksi
Sebagai suatu interaksi yaitu proses memberi dan mengambil antara manusia
dan lingkungannya.[4]
b.
Tujuan Pendidikan
Tujuan
merupakan sesuatu yang essensial bagi kehidupan manusia. Dengan adanya tujuan
semua aktivitas dan gerak manusia menjadi lebih dinamis, terarah dan bermakna.
Disaat berbicara tentang tujuan
pendidikan, tidak boleh tidak membawa untuk berbicara tentang tujuan hidup
manusia. Manusia diciptakan Allah dan
diberi tugas untuk memikul amanah di permukaan bumi. Tujuan pendidikan itu
hendaknya sesuai dengan proses yang membentuk pandangan Islam terhadap
pendidikan.
Hasan Langgulung
mengatakan proses itu antara lain:
1)
Generasi muda haruslah dididik menyembah Allah, dengan
melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
2)
Generasi
muda harus dididik hidup dalam masyarakat yang mengakui prinsip kerjasama,
persaudaraan dan persamaan.
3)
Generasi
baru harus dididik menggunakan akal.
4)
Generasi
baru harus dididik bersifat terbuka dan menjauhi sifat menyendiri tanpa
menonjolkan diri.
5)
Generasi
muda harus dididik menggunakan pemikiran ilmiah.
Untuk
mendapatkan ilmu pengetahuan hendaknya sesuai dengan tujuan pendidikan yang
diinginkan. Dalam hal ini Hasan Langgulung membagi sumber ilmu pengetahuan
kedalam 4 sumber, antara lain:
1)
Sumber
Panca Indera, karena panca indera merupakan sumber pengetahuan atau tingkat
tempat berlakunya pesan-pesan dari alam nyata ke otak.
2)
Sumber
Akal, karena akal yang akan mencerna segala pesan-pesan yang disampaikan dengan
tuntunan-tuntunan tertentu.
3)
Sumber
Intuisi, yang merupakan perpindahan potensi ke dalam alam nyata tanpa usaha
yang keras atau susah payah.
4)
Sumber
Ilham, yang merupakan tanggapan emosi secara langsung yang menyerang hati
manusia.
Tujuan pendidikan Islam yang ingin dicapai oleh Hasan Langgulung
yaitu keseimbangan pertumbuhan kepribadian manusia secara menyeluruh dan
seimbang yang dilakukan melalui latihan jiwa, akal pikiran (intelektual), diri
manusia yang rasional, perasaan dan indera.[5]
Tujuan terakhir pendidikan Islam merupakan kristalisasi nilai-nilai
ideal Islam yang diwujudkan dalam pribadi peserta didik. Tujuan pendidikan Islam
sejalan dengan tujuan hidup yaitu segala usaha untuk menjadikan manusia menjadi
‘abid inilah tujuan tertinggi
pendidikan Islam. [6]
c.
Metode Pendidikan
Agar tujuan
pendidikan Islam tercapai seperti yang diinginkan, maka metode pendidikan itu
harus sesuai dengan asas-asas pendidikan. Menurut Hasan Langgulung asas-asas
pendidikan itu, antara lain:
1)
Asas-asas
Historis
Asas ini yang mempersiapkan peserta didik dengan berpijak pada
hasil dari pengalaman masa lalu melalui metode yang akan diterapkan di masa
sekarang.
2)
Asas-asas
Sosial
Karena pendidikan merupakan pemindahan budaya, maka metode yang
digunakan harus mengacu sesuai dengan kebudayaan yang diharapkan masyarakat dan
peserta didik itu sendiri.
3)
Asas-asas
Ekonomi
Hendaknya metode yang digunakan oleh pendidik itu tidak
bertentangan dengan perekonomian.
4)
Asas-asas
Politik dan Administrasi
Diharapkan metode yang dipergunakan dalam proses belajar mengajar
sesuai dengan ideologi (Aqidah). Sehingga tujuan yang dicita-citakan dan
rencana yang telah dibuat tercapai.
5)
Asas-asas
Psikologi
Materi yang telah disajikan hendaknya dengan metode yang mengacu
kepada psikologis peserta didik, sehingga peserta didik bisa menerima materi
dengan mudah.
6)
Asas-asas
Filsafat
Memberikan kemampuan memilih yang baik, memberi arah suatu sistem
mengontrolnya dan memberi arah kepada semua asas-asas yang lain.
d.
Kurikulum Pendidikan
Hasan
Langgulung (2002: 241) memberikan definisi kurikulum, sebagai berikut: Kurikulum
adalah sejumlah pengalaman pendidikan, kebudayaan, sosial, keolahragaan, dan
kesenian yang disediakan oleh sekolah bagi murid di dalam dan di luar sekolah
dengan maksud menolong mereka untuk berkembang dan mengubah tingkah laku mereka
sesuai dengan tujuan pendidikan.
Dengan melihat
definisi tersebut, dapat dipahami bahwa kurikulum itu mencakup empat unsur
pokok, yaitu tujuan yang ingin dicapai, pengetahuan dan informasi, metode atau
cara pembelajaran, dan evaluasi yang digunakan untuk mengukur dan menilai
kurikulum serta hasil pembelajaran yang telah dirancang dalam kurikulum
tersebut.
Sehubungan
dengan itu, Hasan Langgulung menganggap perlu adanya pembaruan dan pengembangan
kurikulum pada setiap saat karena pengembangan kurikulum merupakan upaya
konstruktif untuk mencapai tujuan pendidikan. Di samping memiliki posisi
strategis dalam pengembangan pendidikan Islam, pengembangan kurikulum berfungsi
sebagai bahan pengambilan keputusan praktik atau pelaksanaan sistem pendidikan,
dan tidak kalah pentingnya pengembangan kurikulum juga dimaksudkan sebagai
upaya strategi pengembangan kebudayaan dan peradaban Islam.
Untuk mencapai
kurikulum yang diharapkan, maka menurut Hasan Langgulung kurikulum pendidikan
Islam hendaknya mengacu pada dasar-dasar pokok, sebagai berikut:
1)
Keutuhan
2)
Keterpaduan
3)
Keseimbangan
4)
Keaslian
5)
Bersifat
Ilmiah
6)
Bersifat
Praktikal
7)
Kesetia
kawanan
8)
Keterbukaan
Menurutnya, materi kurikulum hendaknya memuat jenis dan batasan
ilmu yang akan disampaikan oleh pendidik kepada peserta didik. Dalam hal ini,
ia membagi ilmu dalam beberapa tahap dan jenis, antara lain:
1)
Pengetahuan
Agama dan Syari’ah.
2)
Ilmu
bahasa dan Sastra.
3)
Ilmu
Sejarah dan Sosial
4)
Ilmu
Falsafah, Logika, debat dan diskusi, Ilmu Murni, seperti Matematika, Falak dan
Musik.
5)
Ilmu
Alam dan Eksperimen, Ilmu Terapan dan Praktis.
e.
Kedudukan Pendidik dalam Pendidikan Islam
Menurut Hasan Langgulung, pendidik adalah “Orang yang memikul
tanggung jawab untuk membimbing”; mengarahkan dan mendidik peserta didik karena
fungsinya sebagai pengarah dan pembimbing dalam pendidikan. Selain sebagai
pembimbing dan pemberi arah dalam pendidikan, pendidik juga berfungsi sebagai
motivator dan fasilitator dalam proses belajar mengajar, yaitu berupaya
teraktualisasinya sifat-sifat Illahi dan mengaktualisasikan potensi-potensi
yang ada pada diri peserta didik guna mengimbangi kelemahan-kelemahan yang
dimilikinya.
Hasan Langgulung membagi pendidik kedalam dua kelompok, yaitu :
1)
Kedua
orang tua (keluarga)
Keluarga merupakan institusi pertama dan utama dalam perkembangan
seorang individu. Menurutnya fungsi keluarga adalah menanamkan sifat cinta
mencintai secara serasi. Keluarga juga berfungsi menjaga kesehatan, kejiwaan,
spiritual, akhlak, jasmani, intelektual, emosional, dan sosial di samping itu
juga membutuhkan pengetahuan, keterampilan, sikap dan kebiasaan yang berguna
dalam kehidupan.
2)
Pendidik
(Sekolah)
Menurut Hasan Langgulung, pendidik hendaknya senantiasa
meningkatkan kualitas ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Dalam hal ini, ia
menawarkan adanya sejumlah latihan terhadap pendidik dalam meningkatkan
profesionalismenya. Tawaran upaya ini di antaranya bertujuan :
a)
Menciptakan
guru-guru yang terlatih dan memiliki profesionalisme yang tinggi.
b)
Menghasilkan
guru-guru yang bersemangat tinggi.
Untuk
merealisasikan upaya diatas, Hasan Langgulung menawarkan bentuk kurikulum
latihan guru yang meliputi tiga macam materi pengetahuan, yaitu :
a)
Pengetahuan
umum, yaitu semua materi atau bidang ilmu pengetahuan, baik materi agama maupun
materi umum lainnya.
b)
Pengetahuan
profesi, yaitu pengetahuan atau materi yang berkaitan dengan profesi guru yang
mengikuti latihan tersebut.
c)
Pengetahuan
khusus, yaitu beberapa pengetahuan khusus yang diberikan kepada guru-guru
tertentu.[7]
3.
Ide Pokok Hasan
Langgulung
Dalam pandangan Hasan Langgulung, pendidikan diibaratkan sebagai
sebuah rumah, yang terdiri dari tiang, lantai, dinding, atap, tangga, dan
lain-lain. Itulah pendidikan sebagai suatu disiplin ilmu yang terdiri dari
kurikulum, konseling, administrasi, pengajaran, dan penilaian. Sebagaimana
rumah, pendidikan haruslah memiliki pondasi, tempat untuk berpijak agar dapat
berdiri, sebuah ilmu juga harus mempunyai fondasi berupa asas-asas pendidikan,
yang terdiri dari filsafat, sejarah, politik, sosial, ekonomi, dan psikologi. Dengan
dasar inilah, pendidikan Islam diharapkan dapat tumbuh dan berkembang sehingga
dapat memberikan kontribusi pada agama Islam. Selanjutnya, pendidikan Islam
dapat menunjukkan kebesaran Islam diseluruh dunia. Beliau juga telah
mengklasifikasikan pendidikan Islam secara global dalam pandangan sejarah dunia
Islam sendiri.[8]
4.
Analisis Pemikirann Hasan Langgulung
Hasan Langgulung memfokuskan dirinya pada bidang pendidikan dan
psikologi. Pandangan yang dijadikan dasar pendidikan ialah nilai-nilai
tertinggi yang menjadi pandangan hidup suatu masyarakat atau bangsa tempat
pendidikan itu dilaksanakan. Berkaitan dengan pendidikan islam, Maka pandangan
hidup yang mendasari seluruh proses pendidikan islam adalah pandangan hidup
yang islami.[9]
Menurut pengamatan kami, Hasan Langgulung adalah seorang tokoh yang
sangat berdedikasi, beliau memiliki daya intelektual dan semangat yang besar
dalam menuntut ilmu. Hasan langgulung, memiliki sebuah falsafah pendidikan
yaitu : tujuan pendidikan yang sebenarnya adalah membentuk manusia yang sesuai
dengan fitrah penciptaannya, yaitu sebagai Kholifatu fil Ardhi (Kholifah di
Bumi).
Jadi dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan
menurut Hasan Langgulung adalah “Berusaha membentuk karakter manusia yang
sesuai dengan fitrah penciptaannya, sebagai Kholifah fil Ardhi.
B.
Muhammad Basiuni Imran
1.
Riwayat Hidup
Basiuni
Imran dilahirkan di Sambas, Kalimantan Barat pada 25 Zulhijjah 1302 H (16
Oktober 1885 M). Dalam penentuan tanggal kelahirannya terjadi perbedaan
pendapat. Namun, tanggal 25 Zulhijjah 1302 H, sesuai dengan keterangan yang
diberikan oleh Harun Nawawi yang bertindak sebagai sekertaris pribadi Basiuni
Imran, informasi ini juga didukung oleh A. Muis Ismail (1993).
Memasuki
usia sekolah, 6-7 tahun Basiuni Imran mulai belajar di lembaga pendidikan
formal dan belajar agama secara informal. Ketika berumur 17 tahun, yaitu tahun
1319 H, Basiuni Imran pergi ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji dan
dilanjutkan dengan belajar disana selama 5 tahun (1319-1324 H/1901-1906 M).
Pada
tahun 1909, Basiuni Imran berangkat ke Mesir dengan tujuan untuk belajar di
Universitas al-Azhar Kairo disertai adiknya, Ahmad Fauzi dan Ahmad Sood. Pada
bulan Sya’ban 1331 H (Juli, Agustus 1913 M), Baisuni dipanggil pulang oleh
ayahnya. Saat itu ayahnya sedang sakit keras dan akhirnya meninggal dunia pada
22 Ramadhan 133I H (25 Agustus 1913 M) setelah shalat Idul Adha, Basiuni Imran
diangkat oleh sultan menjadi Maharaja Imran Kerajaan Sambas menggantikan
ayahnya.[10]
Setelah
pulang dari Mesir, Basiuni Imran tetap mendalami kitab-kitab fiqh maupun kitab
lainnya terutama tafsir al-Manar dan
majalah al-Manar. Di samping itu, ia juga sering mengajukan
beberapa pertanyaan tentang soal-soal agama melalui surat kepada redaksi
majalah al-Manar.
Selanjutnya,
karier Basiuni Imran semakin berkembnag. Berikut adalah sejumlah kiprah yang
dimainkannya selama di Sambas : Imam Pembantu Masjid Jami’ (1905), Maharaja
Imran, Qadi, dan Mufti Kerajaan Sambas (1913), Pengawas Sekolah Agama Islam di
Sambas (sejak 1918), Anggota Plaatselijk Fonds Sambas (1920), dan lain
sebagainya.
2.
Pemikiran Pendidikan Islam Muhammad Basiuni Imran
Meskipun
bukan seorang ahli pendidikan yang banyak melahirkan banyak teori tentang
pendidikan, namun terdapat sejumlah pandangan Muhammad Basiuni Imran dalam
bidang pendidikan yang menarik untuk dicermati sebagaimana tertuang dalam Statuten
en Huishoudelijk Reglement (AD/ART) Perkoempoelan Tarbiatoel Islam dan dua
naskah yang sengaja ia tulis untuk mengisi ceramah pada Kulliyatul Muballighin.
Pertama,
pendidikan Islam tidak mengenal dikotomi. Pendidikan Islam menurut Basiuni
Imran bersifat utuh-menyeluruh dan tidak menegnal pemisahan ketat antara ilmu
agama (ulum al-din) dan ilmu umum (ulum al-dunya).
Kedua,
syarat-syarat seorang pendidik. Dalam pandangan Basiuni Imran dapat
dikelompokkan dalam dua kategori yaitu syarat moral seperti : ikhlas, sabar, bijaksana,
dan menjauhi perdebatan. Sedangkan syarat profesional meliputi memiliki pengetahuan yang luas dan mengetahui keadaan
peserta didik.
Pada
bagian lain ia mengemukakan bahwa seorang pendidik dan mubaligh wajib ikhlas
dalam melaksanakan tugasnya. Selain itu, sikap sabar dan arif dalam mendidik
juga mendapat perhatian yang besar Basuni Imran.
Syarat
pengetahuan yang luas bagi seorang pendidik juga mutlak diperlukan. Seorang
pendidik harus memiliki ilmu yang memadai untuk mendukung profesinya. Salah
satu ilmu yang sangat penting menurut Basiuni Imran dalam konteks pendidikan
Islam adalah bahasa Arab. Baginya, bahasa ini merupakan pengantar untuk
seseorang mengetahui ilmu-ilmu keislaman khususnya Al-Qura’an, sunnah, dan
sejarah kaum Muslim.
3.
Merintis Lembaga Pendidikan Modern
Keterlibatan
Basiuni Imran di bidang pendidikan pada dasarnya baru terlihta ketika ia
diangkat oleh Sultan menjadi pengawas Madrasah al-Sultaniyah (1919-1935),
ketika lembaga pendidikan ini masih berada di bawah otoritas Sultan Sambas.
Secara
hati-hati Basiuni Imran menjadikan madrasah al-Sultaniyah sebagai lembaga
pendidikan yanng berciri modern dengan memasukkan pelajaran baca tulis huruf
Latin dan membuka madrasah ini bagi anak-anak dari kalangan luar istana. Ide
memodernisasi Madrasah al-Sultaniyah menjadi sekolah Tarbiatoel Islam didorong
oleh situasi ketika pemerintah koloni Belanda berencana akan membubarkan HIS
menyusul krisis ekonomi di Sambas pada tahun 1933. Sedangkan antusiasme
putra-putri Sambas untuk belajar bahasa Belanda dan pengetahuan umum cukup
besar. Satu-satunya sekolah umum yang ada pada waktu itu hanya sekolah misi
milik Katolik.
Madrasah
al-Sultaniyah di bawah pengawasan Basiuni Imran, sedikit demi sedikit membuka
diri. Pembaharuan lainnya yang dilakukan oleh Basiuni Imran adalah memasukkan
ilmu pengetahuan modern kedalam kurikulum Tarbiatoel Isalm seperti : ilmu
sejarah, berhitung, ilmu alam, ilmu tumbuhan, ilmu hewan, ilmu manusia, bahasa
Belanda, dan bahasa Indonesia, di samping itu ilmu-ilmu keislaman. Di samping
pendidikan formal di sekolah, Basiuni Imran juga memandang perlu adanya
pendidikan luar sekolah melalui dakwah Islam. Sebagai realisasinya, ia mengadakan
pengajian mingguan bagi masyarakat sekitar ibu kota kesultanan yang dipusatkan
di masjid Jami’ Sambas. Selain itu, Sambas yang dikenal sebagai “Serambi
Makkah” atau “Serambi Mesir” telah
menjadi pertemuan ulama-ulama di Kalimantan Barat.[11]
4.
Analisis Pemikiran Basiuni Imran
Basiuni Imran lebih memfokuskan dirinya pada pengembangan
pendidikan secara modern, dan berusaha melakukan gerakan purifikasi dalam
sistem pendidikan, sehingga tidak terjadi lagi pandangan akan adanya dikotomis
antara ilmu pengetahuan umum dan ilmu pengetahuan agama.
PENUTUP
Dari
pemaparan makalah diatas, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
Hasan Langgulung memfokuskan dirinya pada bidang pendidikan dan
psikologi. Pandangan yang dijadikan dasar pendidikan ialah nilai-nilai
tertinggi yang menjadi pandangan hidup suatu masyarakat atau bangsa tempat
pendidikan itu dilaksanakan. Berkaitan dengan pendidikan Islam, Maka pandangan
hidup yang mendasari seluruh proses pendidikan islam adalah pandangan hidup
yang islami.
Sedangkan Basiuni Imran lebih memfokuskan dirinya pada pengembangan
pendidikan secara modern, dan berusaha melakukan gerakan purifikasi dalam
sistem pendidikan, sehingga tidak terjadi lagi pandangan akan adanya dikotomis
antara ilmu pengetahuan umum dan ilmu pengetahuan agama.
DAFTAR PUSTAKA
Khobir, Abdul. 2007. Filsafat
Pendidikan Islam. Pekalongan: STAIN
Press.
Kurniawan, P.
Syamsuldan Erwin Mahrus, 2011. Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam,
Jogjakarta: Arr-Ruzz.
R, Ramayulis dan Samsul Nizar, 2002
Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam Mengenal Tokoh Pendidikan di Dunia Islam dan
Indonesia. Jakarta : Quantum
Teaching Ciputat Press
[1]Abdul Khobir, Filsafat
Pendidikan Islam, (Pekalongan: STAIN Press, 2007). hlm. 204
[2] Ramayulis.R.
dan Samsul Nizar, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam Mengenal Tokoh
Pendidikan di Dunia Islam dan Indonesia (Jakarta : Quantum Teaching Ciputat
Press), hlm. 157-158.
[3]Syamsul
Kurniawan & Erwin Mahrus, Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam, (Jogjakarta:
Arr-Ruzz, 2011). hlm 273
[4] Abdul Khobir, Op.Cit., hlm. 208-209
[5]Ramayulis.R. dan Samsul Nizar, Op.Cit.,
hlm. 158-162.
[6]Abdul Khobir, Op.Cit.,
hlm. 211
[7]Ramayulis.R. Samsul Nizar, Op.Cit.,
hlm.162-173.
[9]Abdul Khobir, Op.Cit.,
hlm. 214
[10]Syamsul Kurniawan & Erwin
Mahrus., Op.Cit., hlm. 257-259.
[11]Syamsul Kurniawan dan Erwin
Mahrus,.Op.Cit, hlm. 265-270.